Tuesday, June 17, 2008

Mantan Guru

Bu Juliana memang guru kesayangan ku. Sewaktu aku SMA (kira-kira 8 th yang lalu), beliau mengajar fisika kelas 3. Memang waktu itu aku terkenal deket dengan bu Juliana, karena rumahnya sejalan dengan rumah ku sehingga kadang kalau pergi atau pulang sekolah aku selalu memberikan tumpangan kepadanya, sampai-sampai teman-teman menjulukiku "tukang ojek pribadinya bu Juliana".

Waktu itu bu Juliana masih pengantin baru, umurnya kira-kira 26an lah...baru lulus IKIP, yang ku tau suaminya waktu itu juga mengajar di sebuah Bimbel terkenal di kotaku. Hubunganku dengan bu Juliana yaa...biasa aja...seperti guru dan murid. Kalau aku boleh jujur, bu juliana itu memang tipeku, kulitnya putih mulus, rambut ikal, badan semok (montok...padat...berisi), tidak terlalu tinggi, dan mukanya mirip-mirip Rizky pritasari lah (tau dong..casting sabun mandi itu...). Memang sih bu Juliana sering memberiku nilai tambahan waktu ulangan ataupun waktu mengisi LKS, aku juga gak tau kenapa bu juliana selalu memberi nilai tambahan, sehingga nilai fisikaku 9 di rapor. "ahh..mungkin karena tiap hari selalu di boncengin kali...jadi ongkosnya diganti nilai", begitu pikirku setiap mendapat nilai dari bu Juliana.

Selepas bangku SMA, aku melanjutkan sekolahku di sebuah perguruan tinggi negeri. Selama hampir 5 th aku tidak mendapat kabar dari bu Juliana. Hingga 2 tahun kemudian aku bekerja di luar kota tetap saja aku belum pernah berjumpa sekalipun dengannya. Sampai suatu hari teman SMAku mengabari bahwa lusa akan ada reuni di aula sekolah. Mendengar kabar itu langsung aku memesan tiket pesawat untuk kembali ke kota asalku. Kangen banget memang...apalagi semenjak keluargaku pindah ke luar kota ketika aku kuliah, nyaris selama itu aku belum pernah mengunjungi kota kelahiranku ini. Sesampainya dibandara, aku langsung menuju hotel yang terdekat dengan sekolahku (biar nanti bisa jalan kaki kalo ke sekolah).

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Seneng banget memang bisa ketemu dengan teman-teman lama (walaupun baru pisah 7 tahunan). Ketika sedang asyik ngobrol tiba-tiba ada yang menepuk punggungku.
"hayoo...lupa yaa sama ibu..?!??", tegurnya
wah aku sempat tertegun sesaat, karena bu Juliana hampir tidak berubah (kecuali toketnya yang makin gede dan perut yang sedikit berlemak).
"eehh..ibu..gak dong..saya masih inget kok sama ibu Juliana, ibu apa kabar??", jawabku dengan basa-basi
Akhirnya kami pun ngobrol panjang lebar di sudut aula sekolah, pkoknya gak peduli temen-temen memanggilku...aku cuek aja. Kami pun berbicara mulai dari masa lau, berbagi pengalaman, sampai ke masalah pribadi. Dari situ aku tahu ternyata ibu Juliana sudah lama bercerai karena selama perkimpoian mereka tak kunjung dikaruniai anak. Setelah ku korek lebih jauh ternyata ibu Juliana di vonis mandul oleh dokter, sehingga suaminya berpaling ke wanita yang lain.

Cukup lama juga mendengarkan curhatan ibu Juliana, hingga tak terasa sore sudah menjelang.
"Wah bu, sudah sore nih, orang-orang juga udah pada bubar...ibu gak pulang??", tanya ku
"iya ben, oiya..kamu masih tinggal di komplek XXXX ya..?" tanyanya
"nggak bu, kan udah pindah waktu saya lulus SMA ke jakarta, sekarang saya nginep di hotel XXXXXX", jawabku
"wah deket dong, kalo gitu kita pulangnya jalan aja bareng, ibu ngontrak gak jauh dari situ kok", ajak bu Juliana. Mendengar itu aku sih ok aja, kayanya bu Juliana masih gak puas curhat jadi kami sambil jalan pulang sambil curhat.
sesampainya di depan hotel kami pun berpisah, namun sebelum berpisah bu Juliana menanyakan no kamarku..alasanny sih mau dibawain makan malam..dia habis masak banyak katanya. Aku sih ok-ok aja.

Ketika aku mandi (kira-kira jam 8 malem) terdengar suara ketukan pintu. " ah..pasti bu Juliana nih", pikirku. Benar saja, ketika ku buka pintu kulihat bu Juliana didepan pintu kamar sambil membawa rantang. Cantik sekali ibu Juliana pada malam itu. Dengan menggunakan celana jeans LEA dan kaos ketat hitam, membuatnya terlihat seperti anak muda.
"oh..masuk bu...maaf baru abis mandi nih..belum sisiran"
"ah gak apa2...ibu siapin makan malamnya yaa...ibu bikin ayam kremes..",katanya
"wah ngerepotin bu,...taruh di atas meja makan aja bu" (kebetulan aku di kamar suite, jadi ada meja makannya)
sambil menikmati makan malam, kami pun ngobrol macem-macem..sampai yang nyerempet-nyerempet masalah selangkangan. huehehehehe.
Sehabis makan aku pun bergegas ke kamar mandi untuk sikat gigi. Tanpa sepengetahuanku, ternyata bu Juliana melihat-lihat isi tas laptopku.
"ben....ini apaan??" teriaknya
ketika ku lihat...waduh..ternyata koleksi DVD bokepku, "aa..anu..itu punya temen saya bu....", jawabku dengan muka merah padam.
"kita nonton yan ini yuk..", sambil memilih salah satu DVD koleksiku.
"hah??!?!...ibu mau nonton...setel aja dilaptop saya bu..", jawabku dengan polos, padahal deg-degan. Lalu ku setel DVD tersebut (hardcore lagi...) dan kami pun nonton baren di meja makan. Melihat adegan-adegan cadas tersebut kayanya bu Juliana mulai terangsang, sebentar-sebentar dia memegang toketnya..sampai tiba-tiba dia memegang paha ku.
"eehh..bu..kaget saya..", kata ku sambil cengengesan bercampur perasaan horny. Semakin lama bu Juliana duduk semakin mendekat, dan tidak disangka-sangka pipiku dicium dan anuku di remes. Melihat keadaan sudah seperti ini, langsung saja aku sambut cumbuannya dengan bibirku lalu tangan kanaku meremas toketnya yang gede dan mulai memadat. Hampir 5 menit kita saling bercumbu di meja makan, lalu bu Juliana perlahan membuka resleting celanaku sambil meraih anuku yang sudah mulai mengeras.
"ouuww...udah mulai basah ni ben, mau dikeluarin di sini (sambil menunjuk mulut) atau di sini (sambil menunjuk M*m*knya)" rayunya dengan penuh nafsu.
"kalo bisa di tempat yang semestinya dong bu..", jawabku sambil meraba m*m*knya dari luar celana.
"he..eh.....yuk..", ajaknya sambil menarikku ke atas tempat tidur.
Helai demi helai pakaian bu Julaian mulai dilepasnya, sambil bergoyangt erotis diiringi lagu "i'm slave for you"-Britney spears yang kuputar di laptopku.
Dengan penuh nafsu liar bu Juliana pun terus bergoyang, tubuhnyapun berliuk-liuk walaupun perutnya agak berlemak sedikit. Ia pun naik diatas pangkuanku sambil menyodorkan toketnya yang seperti kates (gede ngegantung..pentilnya mungil). Langsung ku jilati toketnya dan kuhisap pentilnya yang agak menghitam itu. Bu Juliana pun menggelinjang keenakan dan mendorong kepalaku ke dadanya (sampe gelegepan gak bisa nafas). Lalu dengan liarnya ia menarik celana ku dan melahap anuku. Mulai dari kepala anuku sampai kedua bijiku disapunya dengan penuh nafsu. Ketika anuku mulai dihisap perlahan terasa senut senut enak.
"bu gantian bu..", pintaku sambil merubah posisi, kali ini bu Juliana merubah posisi menjadi 69. Sambil terus melahap anuku, aku juga menjilati m*m*knya. wow lebat banget...sudah mulai basah..dan bibir vaginanya juga bergelambir. Ku hisap bibir vaginanya lalu terus ku jilati klitorisnya.
"agh..sstt..aw...enak..ben..terus...yang dalem...ahhgh..", desahnya
dengan menggunakan kedua jariku langsung aja ku kobel lubangnya yang sudah basah dan mulai menganga. Semakin ku kobok...semakin lama semakin becek, cairan putih dari lubangnya mulai menetes membasahi dadaku .
"oh...ben...masikin..cepet....." desahnya sambil mengganti posisi WOT, lalu ku pandu si "jagur" memasuki lubang bu Juliana yang sudah basah banget. Untung punyaku lumayan gede jadi walau becek tapi gesekan masih terasa. Bu Juliana mulai bergoyang naik turun sambil memegang pangkal batanganku. Semakin lama goyanganya semakin cepat.
"bu..nungging bu..." pinta ku sambil menyuruhnya untuk doggy style.
Akhirnya kami pun berposisi doggy sambil ku goyang dari belakang.
"aahh...terus...terus...agh..ennaakk...". teriaknya, wah gawat nih ribut juga bu Juliana kalo lagi beginian. Karena sudah terasa ada yang mau keluar akhirnya aku rubah posisi menjagi MOT. Bu Juliana mengenkang sambil merem melek semetara aku terus konsentrasi menghadapi lubangnya yang becek.
Tak berapa lama aku merasa ingin keluar, alu ku bisikan ke telinga bu Juliana "ah...bu..pengen keluar...." bisik ku, "udah keluarin di dalem aja....gak bakal hamil kok", jawabnya. Oiya kan ibu juliana mandul. Dengan segala usaha akhirnya "CROOT...CROOTT..CROT..CROT" keluar juga deh tai macannya didalam lubang vaginanya, namun bu Juliana masih belum dapet, walau udah lemes masih ku goyang terus sambil ku bantu pakai tangan di sekitar klitorisnya. Tak lama kemudian ku rasakan cairan hangat menyemprot si Jagur sambil kulihat muka bu Juliana yang mulai tenang keenakan. lalu ku cabut si jagur yang mulai loyo. Sambil senyum bu Juliana mencumbu bibirku. dan kita pun tertidur bersama sambil berpelukan mesra.

Ruapanya pertempuran belum selesai, ketika pagi harinya aku bangun terkejut, kok ada yang anget anget nih di anuku, setelah ku buka mata ternyata bu Juliana sedang asik menjilati anuku. Spontan saja si Jagur bangun dan mengeras, semakin semangatlah bu Juliana melahap anuku. Dengan gerakan kepala naik turun, Blow jobnya nyaris gak kena gigi. enak banget..sampai akhirnya aku tembakan lagi tai macan untuk kedua kalinya. Dengan sigap, bu Juliana langsung menelan tai macan yang ku keluarkan bahakan sisa-sisa yang menetes dijilatinya. Wow sensasinya..enak banget.

Siang hari, akhirnya kami harus berpisah karena aku harus segera kembali ke jakarta. Namun sebelum berpisah bu Juliana sempat memberikan no HPnya. Sesampainya di JKT, aku coba hubungi HPnya ternyata salah nomer, mungkin karena aku cepet2 nulisnya jadi ada yang keselip nomernya. yaa sudah...kayanya lain waktu aku harus datang lagi ke sana dan kususl ke sekolahan ku lagi.

Kak RISA

Posted: 13 Dec 2007 07:52 PM CST

Panggil saja aku "Vel" umurku sekarang 27 tahun, sekarang aku bekerja pada sebuah perusahaan di salah satu kota di negara bagian New Hampshire. Aku cukup salut dengan website ini. Dan singkatnya aku tertarik untuk mencoba menceritakan apa yang aku alami dan kujalani sampai saat ini. Saat ini aku tinggal bersama kakak perempuanku, panggil saja "Kak Risa" Umurnya sekarang 31 tahun, 4 tahun lebih tua dariku. Kehidupan kami saat ini begitu tenang, tertutup namun bahagia.


Aku akan memulai dari awal bagaimana semuanya terjadi, percaya atau tidak bahwa apa yang kualami ini tidak mengalami hambatan atau rintangan sama sekali, hal yang membuatku sendiri heran bila memikirkannya. Awalnya 15 tahun yang lalu saat aku masih berumur 12 tahun. Kami besar dari keluarga berada, keseluruhan saudaraku ada 5 orang. Nomor satu dan dua laki-laki sedangkan yang ketiga perempuan. Kak Risa nomor empat dan aku paling akhir. Sebenarnya aku lahir di Indonesia. Hanya memang Papaku adalah pria berkebangsaan Amerika. Sedangkan Mamaku asli orang Indonesia.

Waktu aku berumur 12 tahun, kami masih tinggal di Indonesia. Tapi Papaku tidak disini karena ia memang tidak bekerja di Indonesia. Setahuku dulu Mamaku juga sibuk bekerja, ia tidak terlalu khawatir karena kedua kakakku yang lain sudah cukup dewasa dan dianggap bisa menjaga kami. Aku maklum karena kedua orang tuaku memang berencana mengurus kepindahan kami semua ke Amerika.

Sebenarnya kami semua saling menyayangi satu sama lain. Jarang sekali kulihat ada pertengkaran di antara kakak-kakakku. Tapi sejak kecil aku memang sudah dekat sekali dengan Kak Risa. Memang dia yang selalu menemaniku saat aku bermain. Ya selain itu jarak umur antara aku dan kakakku yang nomor tiga sangat jauh sekitar 8 tahun. Kak Risa memang sangat sayang padaku, hampir tiap kali aku selalu dapat bermanja-manja dengannya. Ya, hal itulah yang membuatku sangat interest sekali dengan Kak Risa. Bahkan kuingat seumurku waktu itu aku sudah mulai ada ketertarikan dengan kakakku.

Pada awalnya aku hanya berandai-andai saja. Sebab saat itu aku yakin sekali bahwa tidak mungkin aku menjalin hubungan yang "lebih" dengan kakakku. Paling Kak Risa cuma menganggap aku adiknya saja. Meskipun sebagai adik aku selalu mendapat perlakuan istimewa darinya. Dari kecil aku dan Kak Risa memang tidak pernah berpisah, kamar kamipun jadi satu. Sebenarnya saat aku berusia 9 tahun, aku sudah minta kamar sendiri, tapi Kak Risa tidak setuju, alasannya sederhana, ia tidak mau pisah kamar denganku, masa itu sebenarnya adalah masa di mana aku agak enggan berbagi, inginnya memodifikasi kamar sendiri tanpa ada yang mencampuri, tapi tidak jadi masalah, lagipula aku dulu penakut, dan aku sudah terbiasa tidur dalam pelukan kakakku.

Mungkin waktu kecil dulu aku tergolong bandel. Kalau Mama lagi tidak ada, orang rumah pasti kubuat repot dengan ulahku. Kak Risa juga sering kujahili. Biasanya kalau tidur malam Kak Risa hanya menggunakan celana dalam aja. Aku tidak mengerti kenapa. Padahal kamar menggunakan AC. Seringnya aku iseng memainkan dan menghisap puting susunya. Kak Risa mengetahui hal itu tapi dia tidak pernah marah atau menegurku, paling cuma bilang, "Kalo mau kaya gini kenapa nggak minta sama Mama aja sih?". Lucunya hal itu malah jadi kebiasaanku. Dan karena tidak ada yang tahu, kejadian seperti itu berlangsung terus sampai usiaku beranjak 12 tahun.

Tapi makin besar aku mulai merasa tidak enak sendiri, meski kebiasaanku itu tidak jadi masalah buat Kak Risa.
Kak Risa itu orangnya tomboy Sekali. Saat dia berumur 16 tahun dia ikut beberapa bela diri. Aku tadinya tidak tertarik, tapi Kak Risa juga minta aku ikut beladiri. Bisa dibayangkan seperti apa jadinya, gaya jalannya jadi aneh, tidak feminin. Kalau tidak tertutup dengan wajahnya yang cantik dan bodynya yang bagus, cowok pasti malas dekat dengan Kak Risa. Apalagi ditambah sifat Kak Risa yang tertutup, dan cenderung idealis. Selain itu kelihatannya Kak Risa juga tidak terlalu tertarik membina hubungan dengan lawan jenis. Terutama setelah ikut beladiri. Tapi biar begitu aku tahu kalau banyak cowok cakep yang suka sama dia. Dan Kak Risa hanya datar saja menanggapinya. Soalnya aku sering terima telepon untuk Kak Risa. Dan sering sekali dia tidak mau terima teleponnya. Bisa dibilang Kak Risa sangat "Untouchable".

Saat umurku hampir 13 tahun, awal mulai masuk SMP, aku suka dengan seorang gadis teman sekelasku. Aku sangat suka padanya, tapi tidak berhasil mendekatinya, intinya kalah bersaing. Saat itu perasaanku benar-benar tidak enak. Aku berusaha menghibur diri dengan sering pergi ke rumah sahabat-sahabatku. Di sanalah aku mulai mengenal buku-buku dan film khusus dewasa. Di usiaku yang sekecil itu aku sudah memiliki majalah luar negeri khusus dewasa, juga filmnya. Tidak sulit, karena nyaris seluruh sahabatku bukan orang Indonesia. Dan mereka sangat bebas mendapatkan barang seperti itu pada masa-masa tersebut.

Kak Risa tahu bahwa aku memiliki barang-barang itu, memang itu susahnya kalau satu kamar, jujur saja Kak Risa tidak suka aku memilikinya hingga aku sempat dimarahi juga olehnya, dan ia memintaku untuk membuang barang-barang itu. Apa boleh buat, bagiku lebih baik benda-benda itu yang aku singkirkan daripada aku kehilangan kasih sayang Kak Risa.

Meski Kak Risa sudah punya banyak kesibukan dengan studi dan kegiatan sekolahnya, perhatiannya padaku tidak berubah, malah cenderung semakin berlebihan, Kak Risa semakin sering memaksaku untuk menemaninya saat ia sedang melakukan kegiatannya atau pergi kemanapun. Ia juga makin sering mencium dan memelukku dengan mesra, bahkan di depan umum. Mulanya aku merasa tidak nyaman dengan perlakuannya itu, tapi lama kelamaan aku merasa nyaman juga. Perasaanku pada Kak Risa muncul kembali. Kalau dulu ciumannya kutanggapi biasa saja, sekarang aku lebih senang membalasnya dengan mesra. Aku pun mulai suka memberikan perhatian lebih pada kakakku itu, mungkin karena merasa perhatiannya mendapat respon lebih dariku. Kak Risa jadi makin sayang padaku. Setengahnya kami jadi mirip orang yang sedang berpacaran, meskipun secara fisik tetap kelihatan kalau aku adiknya.

Aku ingat malam itu saat aku pertama kali melakukannya dengan kakakku, seperti biasa aku bercanda dengan Kak Risa di dalam kamar, saat itu semua orang rumah sudah tidur, kesempatan itu biasanya sering kugunakan untuk mencurahkan isi hati pada kakakku, semua permasalahan yang kudapat hari itu selalu kutumpahkan padanya, dan Kak Risa selalu merespon itu semua dengan sabar dan penuh pengertian, dan memang kuakui beberapa waktu terakhir Kak Risa cenderung over. Kata-kata dan sikapnya sangat mesra padaku apalagi kalau kami hanya berdua saja seperti itu, perlakuannya itu sering membuat jantungku berdebar, aku sadar sepenuhnya bahwa dia itu kakakku, tapi aku tidak mengerti kenapa hatiku bisa bergejolak tidak karuan.

Kalau tidak salah waktu itu Kak Risa mengenakan kaos dan celana dalam warna putih, rambutnya dibiarkan terurai. Beda dengan kesehariannya, kakakku saat itu terlihat sangat feminin dan cantik sekali. Aku ingat sesekali Kak Risa meraih kepalaku dan menciumiku. Aku tidak berpikir macam-macam, hanya memang aku sangat menikmati perlakuan Kak Risa padaku. Sampai suatu kali Kak Risa mencium bibirku, kubalas dengan ciuman mesra. Yang sebenarnya serabutan. Aku mencoba berlama-lama meski tidak yakin berhasil, tapi karena aku menikmatinya, berhasil juga. Kulumat bibir kakakku itu dengan lembut. Kak Risa kelihatannya juga suka dengan ciumanku. Sebab dia sama sekali tidak berusaha menyudahi ciuman itu, bahkan kedua tangannya semakin memelukku erat, aku bisa merasakan belaiannya di kepalaku. Tapi sayangnya ciuman itu terhenti. Kak Risa menghela nafas sambil memandangku aneh.

"Kakak kucium lagi ya", mendengar itu Kak Risa masih diam.
Mungkin dia masih heran dengan kelakuanku, memang tidak biasanya aku membalas ciumannya sampai selama itu. Tapi tatapannya kemudian berubah mesra lalu dia tersenyum dan justru ganti menciumku lagi. Kali ini ciumanku mulai agresif. Bibir kami seolah tidak berhenti untuk saling melumat, diiringi desahan-desahan erotis dari Kak Risa, detak jantungku menjadi semakin cepat. kucoba mendorong Kak Risa agar merapat ke dinding. Kemudian kuciumi jenjang leher kakakku. Tanganku yang dari tadi pasif sekarang mulai mencoba melakukan eksplorasi kesana kemari.

Sementara bibirku masih berkonsentrasi pada leher Kak Risa, tanganku telah menyusup ke dalam kaos putihnya, dan tanpa kesulitan aku langsung dapat menemukan buah dada Kak Risa yang tidak tertutup oleh bra sama sekali, menurutku untuk ukuran gadis yang hampir 17 tahun, buah dada Kak Risa tergolong cukup besar, tentu saja aku sudah sering melihatnya, karena sampai saat itu kami masih sering mandi bersama. Aku mencoba meremasnya dengan lembut. Kak Risa tampak menggeliat dan sesekali mendesah.

Perlahan kunaikan kaos itu supaya tidak menghalangi buah dada Kak Risa. Dan begitu buah dadanya terlihat, tanpa basa-basi langsung kuhisap putingnya yang berwarna merah muda itu dan kuremas dengan bibirku. Aku benar-benar menikmatinya seperti bayi yang sedang menyusu. Sesaat kutanggalkan kaosku, juga celana pendekku. Kemudian kupeluk tubuh Kak Risa dan makin kuat kuhisap puting susunya, sesekali kumainkan putingnya dengan lidahku, kemudian kuhisap lagi. Karena terlalu enjoy, aku tidak tahu bahwa ternyata Kak Risa telah menanggalkan kaos putihnya. Sehingga saat dia memelukku erat, tubuhku benar-benar bersentuhan dengan tubuh kakakku, dan bisa kurasakan tubuh kakakku yang harum dan sangat halus itu. Lama sekali aku menikmati buah dada kakakku itu secara bergantian, Kak Risa pun seolah tidak mau melepaskanku ia justru menekan kepalaku kuat-kuat pada buah dadanya.

Tubuh kami sudah basah semua oleh keringat. Sampai detik itu aku masih ragu untuk melakukan seks dengan kakakku. Memang awalnya semua ini kupelajari dari semua majalah dan film yang kulihat, tapi lama kelamaan naluriku mulai berinisiatif. Karena masih ragu aku coba untuk menciumi bibir kakakku lagi. Sama seperti sebelumnya, Kak Risa membalas ciuman itu dengan sangat mesra. Dengan memberanikan diri aku membisikan sesuatu ke telinga Kak Risa.
"Kak, boleh aku lepas celana dalammu?".
Kak Risa agak terkejut.
"Kamu mau apa dek..?".
Aduh aku jawab gimana ya.
"Aku mau jilatin vagina kakak".
Karena ragu kata-kata itu keluar dengan asal dan pelan sekali. Aku takut. Kupikir pasti kakak akan marah dan ia tidak bakalan mau.
"Ih, nakal".
Jawab Kak Risa spontan, Kak Risa kemudian memandangiku sambil tersenyum, wajahnya agak memerah. Masih dengan posisi bersandar Kak Risa melepas celana dalamnya perlahan-lahan. Slow motion itu membuat jantungku semakin berdetak tidak menentu.

Sebenarnya aku setengah heran kenapa Kak Risa sama sekali tidak marah ketika aku memintanya melakukan hal itu, tapi sudahlah. Kemudian Kak Risa melebarkan pahanya. Awalnya aku malu untuk melihat. Untuk menutupi hal itu, kuciumi lagi bibir Kak Risa. Kemudian perlahan-lahan kuturunkan kepalaku sampai tepat di depan vagina Kak Risa. Vagina Kak Risa nyaris tidak ditumbuhi rambut. Jadi aku mampu memandang dengan leluasa gundukan vagina Kak Risa, sebenarnya pemandangan ini juga tidak asing lagi bagiku, tapi sedekat ini baru pertama kalinya. Kulihat ada cairan yang mengalir keluar dari bagian bawah vagina kakakku disertai bau yang aneh. Perlahan kubuka belahan daging yang menutupi lubang vagina Kak Risa. Dan langsung kusapu dengan lidahku dari bawah ke atas berkali-kali. Saat itu tubuh Kak Risa langsung mengejang. Dengan bibir dan lidahku kupermainkan klitorisnya. Secara spontanitas kedua tangannya memegangi kepalaku. Aku semakin asyik menjilati vagina kakakku itu, bahkan sesekali kuhisap bagian bawahnya. Kudengar Kak Risa berulang-ulang mendesah sambil menyebut namaku. Permainan itu luar biasa sekali, meski cairan yang keluar rasanya tidak karuan, tapi aku benar-benar menikmatinya.

Saat lidahku menyusup ke dalam lubang vagina Kak Risa, sebisanya kujilati bagian dalam lubang itu. Kak Risa makin terengah-engah. Nafasnya memburu tidak karuan. Lidahku juga makin liar mengobrak-abrik bagian sensitif kakakku itu, sehingga semua tempat di dalamnya tersapu oleh lidahku. Setelah beberapa menit Kak Risa agak mengejangkan tubuhnya. Aku merasakan lidahku dialiri sesuatu yang hangat. Bersamaan dengan erangan keras dari Kak Risa serta pahanya yang menjepit kepalaku dengan sangat kuat. Kujilati cairan itu sampai bersih, meskipun rasanya masih sama. Kemudian aku naik ke atas dan kuciumi lagi Kak Risa.
"Adek, kamu nakal banget sih?", ekspresi wajah Kak Risa sangat berbeda.
"Kak, aku sayang sama kakak", Kak Risa memandangiku dengan sayu, tangannya mengusap pipiku.
"Kakak juga sayang kamu".
Dengan berani aku mencoba mengajak Kak Risa untuk melakukan hubungan seks denganku.
"Kak, boleh aku melakukannya sama Kakak".

Kak Risa terdiam mematung, kepalanya tertunduk untuk beberapa saat. Suasana benar-benar hening, sampai nafas kamipun terdengar sangat jelas.
Setelah itu dia kembali memandangku sambil bertanya, "Kamu yakin mau melakukannya Dek?".
Suara Kak Risa sangat pelan sekali. Aku tak menjawab, aku hanya melihat tatapan mata Kak Risa yang sangat berbeda, aku tak bisa menggambarkannya, tapi aku tahu Kak Risa rela melakukannya denganku. Langsung kulepas celana dalamku. Kemudian aku agak bergeser ke bawah, kulebarkan kedua kakinya. Senjataku tampak tegak berdiri, tapi tidak sebesar orang dewasa, masih ukuran standart anak 12 tahun. Kak Risa terus menatap wajahku saat aku mengarahkan senjataku tepat di depan vaginanya.

"Kak..?", sekali lagi kuminta persetujuannya.
Ia mengangguk pelan. Perlahan kudorong masuk senjataku. Tapi tidak berhasil, dasar masih amatir hijau. Sampai yang ketiga kalinya. Kak Risa kemudian meraih dan menahan pinggangku sambil mengarahkan vaginanya tepat di ujung senjataku, kemudian kucoba mendorong lagi, meski sulit dan agak sakit tapi berhasil juga kumasukkan seluruh senjataku ke dalam vagina Kak Risa, perlahan kugerakkan pinggangku. Kedua tangan Kak Risa tampak meremasi selimut tidur kami. Desahannya mulai terdengar lagi, kuperhatikan Kak Risa tampak sulit menyesuaikan diri. Pelan tapi pasti, kupercepat tempo gerakanku. Sebenarnya saat itu senjataku terasa perih sekali. Aku merasa nggak enak banget. Tapi erangan Kak Risa yang semakin menjadi membuatku tidak berpikir lagi.

Makin kuhentakan pinggangku, dengan gerakan yang teratur, Kak Risa terus menerus menghentakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, sesekali ia meregang sambil mengerang keras. Aku sempat takut juga kalau sampai ada orang rumah yang terbangun, tapi untungnya kamar kami di atas dan paling ujung, agak jauh dari kamar Mama dan kakak-kakakku yang lain. Tiba-tiba kurasakan pinggang Kak Risa juga ikut bergerak, seperti memutar, sesekali Kak Risa ikut menghentakkan pinggangnya. Aku baru benar-benar merasakan enaknya melakukan hal itu. Dengan iseng kuremas juga buah dada Kak Risa, dan Kak Risa merespon dengan menggenggam tanganku kuat. Gerakan pinggang Kak Risa makin cepat. Kak Risa seperti sudah biasa melakukan hal ini. Dengan pemikiran itu maka semakin agresif aku menghentakkan pinggangku. Tentu saja hal ini membuat Kak Risa mengerang semakin keras. Dari tubuhku dan Kak Risa keringat semakin mengucur deras, padahal AC di ruangan cukup dingin.

Beberapa menit kemudian pergerakanku mulai melambat, aku seperti agak pusing, aku hanya mampu menghentakkan pinggangku sesekali, kadang aku hanya diam menikmati remasan dinding-dinding vagina Kak Risa. Kurasa badanku mulai lelah. Tiba-tiba Kak Risa meraih tubuhku dan mendekapku erat sekali, pinggangnya menghentak beberapa kali, rasanya luar biasa. Senjataku seperti ditarik makin masuk ke dalam, dan dilumuri cairan yang hangat, diiringi erangan cukup keras dari Kak Risa. Saat Kak Risa melepas dekapannya, aku merasa tubuhku amat lelah sekali, karena tidak kuat aku berguling di sisi Kak Risa. Pada saat itu aku juga merasa dari senjataku ada yang mau keluar. Rasanya enak sekali, baru kali itu aku merasakan yang seperti ini hingga akhirnya cairan itu keluar membasahi tempat tidur. Entah aku tidak ingat apa-apa lagi setelah itu. Paginya ketika aku sadar, Kak Risa sudah memeluk sambil menciumiku. Kami masih dalam keadaan tanpa pakaian sehelaipun.

"Kakak nggak ngira kalau Adek yang dulu sering kakak gendong bisa berbuat ini sama kakak", bisik Kak Risa di telingaku.
Aku sendiri setengah tidak percaya sudah melakukannya dengan kakakku
"Kak.., aku sayang banget sama Kakak, aku cinta sama Kakak".
Kupeluk Kak Risa dengan kuat. Kak Risa tersenyum dan menciumku lagi.
"Kakak ngerti kok Dek.., kakak juga sayang dan cinta banget sama kamu, kakak hanya tidak menyangka kamu dewasa secepat ini. Dan jujur aja kakak seneng banget bisa melakukan ini sama kamu, Adekku sayang".
"Tapi ayo cepet bangun, sprei ini harus segera dicuci", lanjut Kak Risa lagi.
"Lho, memangnya kenapa?", tanyaku singkat.
"Kakak nggak mau kalau bekas darah di sprei itu sampai ketahuan Mama", jawab Kak Risa.

Aku setengah terkejut, "Darah?, darah apa Kak?", tanyaku.
Kak Risa tidak menjawab, ia langsung memintaku berdiri dan cepat-cepat melepaskan seprei tempat tidur kami.
Awalnya aku memang tidak tahu, tapi belakangan aku baru mengerti, bahwa ternyata malam itu aku telah mengambil keperawanan kakakku sendiri, di usiaku yang belum lagi genap 13 tahun. Bodohnya aku, seharusnya aku sudah tahu mengenai hal itu. Aku jadi merasa bersalah, berulang kali aku minta maaf padanya, meskipun Kak Risa mengakui bahwa ia sangat rela melepas keperawanannya padaku. Hanya ia tidak mengira aku akan mengambilnya sepagi ini. Aku jadi makin sayang padanya. Sejak kejadian itu aku nggak pernah mencoba untuk mencari pacar. Karena Kak Risa sudah menjadi segalanya bagiku.

Setelah kejadian itu pula Kak Risa juga menutup diri pada pergaulannya. Secara otomatis bagi Kak Risa statusku adalah adik sekaligus kekasihnya, kehidupan kami jadi semakin tertutup. Entah sejak saat itu sudah berapa kali kami melakukannya, dan keluarga kami benar-benar tidak tahu akan hal itu. Lepas SMU, aku sudah tidak di Indonesia. Aku melanjutkan studi ke Amerika. Tapi tetap aku tak bisa berpisah dengan Kak Risa. Aku meminta Kak Risa ikut denganku, walau sebenarnya Papa dan Mama tidak setuju. Tapi mereka tak bisa apa-apa karena Kak Risa juga memaksa untuk menemaniku.

Sampai saat seluruh keluargaku pindah ke Amerika pun, mereka tidak pernah tahu bahwa kami telah menjalani kehidupan yang exklusif seperti suami istri. Sekarang Kak Risa sudah bekerja pada sebuah bank di kota yang sama denganku. Kami tinggal di rumah yang jauh dari keramaian, dan kami sudah sepakat untuk menjalani kehidupan yang "tertutup" ini. Lagipula sampai saat ini keluarga kami tidak menaruh curiga sama sekali, mungkin pola pikir mereka sudah sama seperti orang setempat, tidak mau ikut campur urusan pribadi orang

No comments: