Saturday, May 10, 2008

Nafsunya Customerku

Suatu waktu aku menerima telpon dari seorang customer yang menanyakan kemungkinan meremajakan kendaraan operasional kantornya. Tentu kesempatan ini tidak kusia2kan. Aku membuat janji untuk ketemu di kantornya. Pada harinya, aku berkunjung ke kantornya. Aku mengenakan pantalon dan blazer yang tidak bisa menyembunyikan kemontokan toketku.

Pak Hide, demikian nama customerku, jelalatan matanya memandang ke arahku dari ujung rambut ke ujung kaki. Pandangannya fokus ke arah toketku. Aku mengerti apa yang diinginkannya, Kubuka kancing blazerku dengan alasan panas, sehingga nampaklah belahan toketku mengintip dari balik tank topku yang belahan dadanya rendah.

Pembicaraan mengalir cepat, karena aku sudah dibekali dengan kebijakan mengenai harga dan lain2, maka aku bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukannya, termasuk dengan mencarikan pembeli untuk armada yang saat ini dipunyai oleh kantornya. Aku membuat janji lagi untuk membawa proposal yang berisikan perjanjian2 lisan yang telah disepakati. Tampak dia melahapku dengan pandangannya yang penuh napsu. Pada hari yang dijanjikan, dia menelponku, mengatakan bahwa penanda-tanganan proposal akan dilakukan di apartemennya saat makan siang. Aku tau apa yang diinginkannya, tapi mengingat order yang diberikan sudah melampaui targetku bulan ini, aku setuju saja. Aku sampai di apartmentnya on time, dia menyambutku dengan mata berbinar2, saat itu aku menggunakan pakaian yang sama jenisnya dengan ketika ketemu dia pertama kali di kantornya. Dia santai saja, dasi sudah terlepas dari lehernya, tangan bajunya juga sudah tergulung. Memang sih, dia cukup ganteng dan perawakannya tegap. Dia mengajakku langsung kemeja makan dan menyantap makanan yang sudah dihidangkan sambil ngobrol ke sana kemari. Akhirnya obrolan menjurus kearah yang sudah kuduga. “Ines, cantik sekali, mau gak jadi staf di kantorku”, rayunya. “Memangnya sebagai tenaga sales pendapatannya berapa sih? Kalo mau, aku bisa kasi gaji lebih besar dari total pendapat kamu sekarang”. “Memangnya bapak sudah tau Ines seperti apa, skillnya maksud Ines”, jawabku sekenanya. “Kalo liat penampilannya, harusnya sih ok, mau ya, kebetulan aku sudah mendapat ijin untuk menambah staf. Gaji kamu sekian (dia menyebutkan satu angka yang sangat besar jika dibandingkan dengan penghasilanku sekarang) ditambah dengan tunjangan2. Gimana”, dia terus mendesakku. “Nanti deh dibicarakan lagi pak, sekarang gimana dengan dengan proposal saya”, aku mencoba menghindar. “Jangan panggil pak, aku kan belum tua, panggil mas aja. Aku mau mandi dulu ya, gerah, Ines mau mandi bareng?” tanyanya menggoda. Aku hanya tersenyum, dia menghilang ke kamar mandi. Tak lama kemudian dia keluar hanya dengan mengenakan celana pendek dan T shirt saja, santai sekali dia. “Giliranmu, di balik pintu ada kimono baru, pake aja, biar lebih relax ngomongin proposalnya”, katanya sambil tersenyum.

Aku mendinginkan badan dan mengenakan kimono dari bahan handuk, tentu saja bra dan CD miniku yang tipis masih kupakai. Akupun keluar dari kamar mandi. Dia terpana memandangku, kimono itu pendek hanya 15 cm di atas lutut. Paha dan betis menjadi terlihat, tersingkap ketika aku melangkah. Kimononya melekat erat di badanku, sehingga pantatku yang besar, pinggangku yang ramping dan toketku yang membusung tercetak dengan jelas. Kimono itu sengaja tidak aku ikatkan sempurna sehingga belahan toketku menyembul di belahan baju. Aku duduk disebelahnya di sofa, merapat kebadannya. Tangannya segera merangkul pundakku. “Nes, kamu cantik dan seksi sekali, aku sudah terangsang nih, tanda tangan proposalnya nanti saja ya”, katanya sambil mencium pipiku. “Ih, mas genit”, jawabku manja. Dia mulai mengelus pahaku yang terbuka, disingkapkannya kimono yang kupakai. Tangannya kubiarkan mengelus makin ke atas dan berhenti di pangkal pahaku, kimono yang kupakai makin tersingkap, aku sengaja merengangkan pahaku sehingga dia dapat melihat CD minimku yang tipis, jembutku yang lebat menyeruak di kiri dan kanan CD serta sedikit dibagian atas CD ku. “Jembut kamu lebat ya Nes, napsu kamu pasti besar ya. Aku suka ngent*t dengan cewek yang jembutnya lebat”, katanya dengan napas memburu. “Kenapa begitu mas?’ tanyaku pura2 tidak tau. “Kalo cewek jembutnya lebat, minta nambah terus kalo dient*t, binal dan gak puas2?, jawabnya. “Itu bukan binal mas, tapi menikmati”, jawabku. “itu sudah tau, kok tadi nanya”. Aku hanya tersenyum saja. Jarinya mulai mengelus pangkal pahaku dan daerah mem*kku. Aku menggeliat, geli. Dia bangkit dari duduknya dan berlutut didepanku. Pahaku diciuminya bergantian, sambil diremas2nya. Paha kubuka makin lebar sehingga dia makin mudah mengakses daerah mem*kku. Dia makin beringas, tali kimonoku diurainyanya dan kimonoku dilepasnya. “Wow, Nes, kamu merangsang sekali”, katanya sambil memandangi tubuhku yang hanya berbalut bra dan CD. “Kita teruskan diranjang yuk”, aku ditariknya bangun dan digandengnya ke kamarnya. Aku merebahkan diri di ranjang, kimono sudah kulepaskan. Dia langsung memelukku. Diciuminya toketku sambil diremas2nya. Karena terhalang bra, tak lama braku sudah terlepas. Dia semakin semangat, diciumnya toketku. Pentilnya diemutnya, digencet dengan gigi dan lidahnya. Makin lama makin kuat emutannya dan makin luas daerah toketku yang diemutnya. Napsuku sudah berkobar2 tapi kubiarkan saja dia terus menggumuli toketku. Dia membenamkan wajahnya di belahan toketku, kemudian bergerak kebawah pelan2 mengarah ke perutku. Puserku dijilatinya. Rasanya geli2 nikmat, napsuku makin berkobar saja. Dia memeluk pinggulku dengan gemas, kecupannya terus turun ke arah CD ku, dia menjilati jembut yang keluar dari samping CDku, kemudian diciumnya daerah mem*kku dengan kuat. CD ku sudah basah karena napsu yang terus berkobar. “Kamu udah napsu ya Nes, CD kamu sudah basah begini”, katanya sambil tersenyum. Dia nampak senang bisa merangsang napsuku sehingga aku tampak pasrah saja dengan tindakannya. DIa bangkit dan melepaskan semua yang melekat dibadannya. kont*lnya sudah ngaceng dengan keras, lumayan besar dan panjang. Dia menjepitkan kont*lnya di belahan toketku, dan digerakkannya maju mundur. Aku membantu dengan mengepitkan kedua toketku menjepit kont*lnya. Lama2 gerakan maju mundurnya makin cepat, dia merem melek keenakan, “baru dijepit toket aja udah nikmat Nes, apalagi kalo dijepit mem*k kamu ya”. Napasku juga sudah memburu, selama ini aku menahan saja napsuku dan membiarkan dia menggeluti sekujur tubuhku. “Nes, enak banget deh”, katanya tersengal2. Kemudian dia berhenti, kont*lnya digesek2kan di toketku sambil terus meremas2nya. Gesekan kont*lnya terus kearah perut, sesekali digesekkan ke lubang pusarku. Geli2 enak rasanya.

Akhirnya, selesai juga permainan, dia melepas CDku. Jembutku yang lebat menutupi sekitar mem*kku. Dia mengangkangkan pahaku makin lebar. Jembutku tersingkap dan nampaklah mem*kku yang sudah basah sekali. Dia menggenggam kont*lnya dan digesek2kan ke jembutku, kemudian diarahkan ke mem*kku. Terasa ada benda tumpul yang keras dan besar menyeruak diantara bibir mem*kku. “Mas, gede banget kont*lmu, masukin semua mas, Ines udah pengen dient*t”, rengekku. Dia menggetarkan kont*lnya sambil dimasukkan sedikit demi sedikit ke mem*kku. Sekarang kepalanya sudah terjepit di mem*kku. Aku menjadi belingsatan karena lambatnya proses memasukkan kont*lnya, padahal aku udah pengen dienjot keluar masuk dengan keras. “Ayo dong mas, masukin semua, enjot mas, Ines udah gak tahan nih”, kembali aku merengek minta dienjot. Dia hanya tersenyum saja. Perlan tapi pasti kont*lnya ambles ke dalam mem*kku, sudah masuk separo. Terasa sekali kont*l besarnya mengganjal mem*kku. Aku menggerakkan otot mem*kku meremas2 kont*lnya biar dia segera menancapkan kont*lnya semuanya ke dalam mem*kku. Strategiku berhasil, dia segera menghunjamkan kont*lnya sehingga masuk semuanya. “Duh mas, nikmatnya, kont*l mas udah gede panjang lagi, masukknya dalem banget. mem*k Ines sampe sesek rasanya”, kataku. “Tapi enakkan”, jawabnya. “Enak banget mas, sekarang dienjot yang keras mas, biar tambah nikmat”, kataku lagi. Masih dengan pelan2 dia mengenjotkan kont*lnya keluar masuk. Sewaktu keluar, yang tersisa di mem*kku hanya tinggal kepalanya saja, kemudian dienjotkan kedalam sekaligus sehingga nancap di bagian mem*kku yang paling dalam. “Enak mas, kalo dinjot seperti itu, yang cepat mas”, rengekku lagi sambil terus mengejang2kan otot mem*kku. Dia pun menjadi belingsatan karena remasan otot mem*kku sehingga enjotannya menjadi makin cepat dan makin keras. “Gitu mas, aduh enak banget deh mas, terus mas, terasa banget gesekan kont*l mas ke mem*k Ines, nancepnya dalem banget lagi, terus mas, yang cepat”, kataku terengah2 keenakan. Dia mempercepat enjotan kont*lnya, caranya masih sama, kalo ditarik tinggal kepalanya saja dan terus dienjotkan kembali kedalam dengan keras. Lihai sekali cara ngenjotnya, itu membuat aku menjadi liar, pantatku menggelinjang saking nikmatnya dan aku terus merintih kenikmatan sampai akhirnya aku tidak dapat menahan lebih lama, “Mas, Ines nyampe mas”, jeritku. Dia masih bertahan juga dengan terus mengenjotkan kont*lnya keluar masuk dengan caranya tadi. Nikmat sekali rasanya. Sampe akhirnya, dia menarik kont*lnya keluar dari mem*kku. Kembali dia bergeser dan menjepitkan kont*lnya yang berlumuran dengan lendir dari mem*kku di toketku. Aku menjepit kont*lnya dengan toketku dan dia menggerakkan maju mundur. Karena panjangnya, ketika dia mendorong kont*lnya maju, kepalanya menyelip kedalam mulutku, kuemut sebentar sebelum dia memundurkan kont*lnya lagi, berulang2. “Nes, nikmat banget, aku mau ngecret dimulutmu ya Nes”, katanya sambil terus memaju mundurkan kont*lnya. “Kenapa gak dingecretin di mem*kku aja mas, aku lagi gak subur kok”, jawabku. “Nanti ronde kedua”, jawabnya sambil dengan cepet memaju mundurkan kont*lnya. Toketku makin keras kujepitkan di kont*lnya. Akhirnya dia mendorong kantolnya masuk ke mulutku, segera kuemut dengan keras. “Nes, aku ngecret Nes”, teriaknya sambil mengecretkan pejunya kedalam mulutku. AKu segera menggenggam kont*lnya dengan tanganku, kukocok pelan sambil terus mengemut kepalanya. Pejunya nyemprot beberapa kali sampe habis, banyak banget ngecretnya sampe meleleh keluar dari mulutku. Kutelan pejunya tanpa merasa jijik. ”Aduh Nes, nikmat banget ya ngent*t sama kamu. Mau ya jadi stafku supaya kita bisa sering ngent*t lagi. Kamu nikmat kan”, katanya terengah”. “Nikmat mas, Ines mau lagi dient*t”, jawabku lemes.Setelah nafsunya menurun, kont*lnya mengecil. “Mas, lemes aja kont*lnya udah gede, gak heran kalo ngaceng jadi gede banget”, kataku. “Tapi kamu suka kan”, jawabnya. “Suka banget mas. Ines suka kalo dient*t kont*l yang besar panjang seperti punya mas”. “Kamu udah sering dient*t ya Nes, kayaknya kamu udah pengalaman”. “Ines cuma sering dient*t cowok Ines aja mas, kont*lnya tapi gak segede kont*l mas, Dient*t mas jauh lebih nikmat”, jawabku memujinya sambil berbohong. Padahal mem*kku sudah sering kemasukan kont*l yang besar dan panjang, malah lebih besar dari kont*lnya. Dia memelukku dan mencium pipiku. “Kita istirahat dulu ya Nes, kalo udah seger kita ngent*t lagi”, karena lemes abis dient*t akupun tertidur dipelukannya.

Gak tau berapa lama aku tertidur, ketika aku bangun diluar sudah gelap, dia tidak ada di kamar. Aku bangun, keluar kamar dan ke kamar mandi - kencing. Dia sedang duduk di meja makan menandatangani proposalku. Aku tersenyum saja melihatnya. “Ini proyek pertama Nes, nanti akan ada pembelian sedan untuk staf, mengganti sedan2 yang sudah lebih dari 5 tahun umurnya”, katanya setelah aku keluar dari kamar mandi, bertelanjang bulat. “Ordernya buat Ines lagi ya mas”, kataku. “Itu bisa diatur, jawabnya. “Kamu tidur nyenyak sekali, cape ya. Kamu mau makan apa. Bisa delivery kok”, katanya lagi. “Terserah mas aja”, jawabku. “Ines mandi dulu ya mas”. Aku kembali kekamar mandi, membersihkan diri. Selesai mandi, aku ke kamar mengenakan bra dan CD ku yang lagi. Aku memang membawa beberapa CD dan bra, karena aku tau pasti dia minta imbalan atas order yang diberikannya padaku, dan imbalannya ya apa lagi kalo gak ngent*tin aku. Terdengar bunyi bel, pesananan makanannya dateng. “Kok cepet mas”, tanyaku. “Aku pesen pizza, di lobby bawah kan ada counternya. Kamu suka kan pizza”, jawabnya. “Kalo lagi laper, apa aja doyan kok mas, apalagi yang gede, panjang dan keras banget”, kataku menggodanya. “Kamu merangsang banget Nes, memangnya daleman kamu seksi kaya begini ya. Asik dong cowok kamu. Tapi ngeliat caranya kamu ngempot, kamu gak cuma ngent*t dengan cowok kamu deh”, jawabnya. “Biar mas napsu terus, makanya Ines sengaja bawa beberapa daleman yang seksi begini”, jawabku sambil mengambil sepotong pizza. Sambil makan, kita ngobrol ngalor ngidul. “Mas kok tinggal sendiri, gak punya istri atau udah dicere”, tanyaku. “Belum punya istri kok. Ines mau tinggal sama aku disini, tapi gak boleh ngent*t dengan cowok lain”, jawabnya. Aku tidak menjawab pertanyaannya, malah bertanya lagi “Memangnya mas gak punya cewek?” “Dulu punya, tapi kawin sama cowok lain”, jawabnya. “Kenapa?” tanyaku lagi. “Soalnya kalo pacaran aku selalu ngajakin ngent*t dan dia gak mau”, jawabnya terus terang. “Gak pernah ketemu sama cewek itu lagi”, lanjutku bertanya. “Pernah, beberapa waktu yang lalu aku ketemu dia di Ancol”, jawabnya. “Terus, mas ajak ngent*t lagi”, sambungku. “Ya iya lah, rupanya dia gak puas dengan suaminya sehingga mau aja aku ent*tin”, jawabnya. “Wah asik dong, berapa kali mas”, tanyaku lagi. “Sampe 4 kali, sampe dia lemes banget”, jawabnya. “Wah mas kuat banget, Ines dient*t 4 kali juga ya mas”, rengekku. “Iya sekarang abisin dulu pizzanya. Kamu bener cuma ngent*t sama cowok kamu”, gantian dia yang menginterogasiku. “Enggak juga sih mas”, jawabku. “Terus sama siapa. oom oom?” tanyanya lagi. “Iya mas, dikenalin sama temen, keterusan deh sampe sekarang”, jawabku terus terang. “Banyak dong koleksi oom oom nya”, lanjutnya. “Gak kok mas, Ines cuma main sama 3 oom aja, itu2 terus”, jawabku lagi. “Pantes empotan mem*k kamu kenceng banget, sudah terlatih ya”, katanya, “Aku mandi dulu ya”, dia masuk kamar mandi. Aku duduk disofa sambil nonton TV. Gak lama kemudian dia keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana pendek. Dia duduk disampingku dan memelukku. “Gak dingin Nes cuma pake daleman”, tanyanya. “Kan ada mas yang ngangetin”, jawabku manja.

DIa mempererat rangkulannya pada bahuku. Bibirku segera dilumatnya dengan penuh napsu.

Aku meladenin ciumannya dengan penuh napsu juga, napsuku sudah mulai bangkit dicium dengan liar seperti itu. Dia makin erat memelukku, tangan kirinya meremas pinggangku. Kemudian ciumannya beralih ke leherku. “Geli mas”, kataku sambil menengadahkan kepalaku sehingga dia makin leluasa menciumi leherku. Tangan kanannya mulai meremas toketku yang masih dibungkus dengan bra, tak lama kemudian bra dilepaskannya sehingga dia lebih leluasa meremas toket dan memlintir pentilku. Pentilku sudah menegang dengan keras, napsuku makin memuncak. Puas dengan leherku, dia turun lagi ke belahan toketku, ke2 toketku diremas2nya. Dia menciumi belahan toketku, kemudian ciumannya merembet ke pentilku dan diemutnya dengan gemas, sementara tangannya masih terus meremas2 toketku. “Geli mas”, erangku keenakan. Emutannya makin keras, dan remasannya juga makin kuat. PEntil yang satu diplintir dengan jempol dan telunjuknya. “Mas, geli”, rengekku lagi. Tapi dia tidak memperdulikanku, terus saja dengan remasan dan plintiran. Napsuku sudah memuncak,aku menggeliat2 keenakan, mem*kku sudah basah dengan sendirinya dan menyerap di CD tipisku. Aku tidak mau kalah. kont*lnya kuremas dari luar celana pendeknya. Sudah ngaceng, keras sekali. Celana pendeknya kulepas dan kont*lnya langsung tegak, besar panjang dan keras sekali. “Mas gedenya, pantes kalo sudah masuk mem*k Ines jadi sesek banget rasanya”, kataku sambil meremas2 kont*lnya. “Mas, terusin diranjang yuk”, ajakku. “Udah napsu ya Nes”, jawabnya sambil bangkit ke kamar bersamaku. Dikamar aku dipeluknya dari belakang, sambil menciumi leherku dan telingaku sampai aku menggelinjang kegelian, toketku kembali diremas2nya. kont*lnya terasa keras menekan pantatku. Segera, CD ku dipelorotin dan aku ditariknya keranjang. Dia berbaring disebelahku yang sudah telentang. Kembali jempol dan telunjuknya memlintir2 pentilku yang sudah mengeras karena napsu sambil menciumi leherku lagi. Aku menjadi menggeliat2 kegelian. Ciumannya kemudian pindah ke bibirku, dilumatnya bibirku dengan penuh napsu. Aku menyambut ciumannya dengan tak kalah napsunya. Aku ditindihnya, ciuman kembali keleherku, kont*lnya yang keras menggesek2 pahaku.

Puas dengan leher, dia kembali menyerang toketku. DIa menciumi belahan toketku dan kemudian mengemut pentilku. Terasa pentilku dikulum2 dan dimainkan dengan lidahnya. “Mas, geli”, kataku melenguh, tapi dia tidak perduli. Dia terus saja mengulum pentilku yang mengeras sambil meremas toketku. Dia melakukannya bergantian anatar toket kiri dan kanan sementara kont*lnya terus saja menggesek2 pahaku, tanpa terasa aku mengangkangkan pahaku. Dia kembali menciumi leherku dan mengarahkan kepala kont*lnya ke mem*kku. Diputar2kannya kepala kont*lnya dijembutku yang lebat. Aku sudah gak tahan, segera kuraih kont*lnya sambil mengangkangkan pahaku lebih lebar lagi. “Mas, gedenya, keras banget”, kataku mengarahkan kepala kont*lnya ke mem*kku. Diapun menggetarkan kont*lnya sehingga kepalanya mulai menyelinap masuk ke mem*kku. Kepalanya sudah terbenam didalam mem*kku. Terasa kont*lnya yang besar mulai mengisi mem*kku pelan2, nikmat banget rasanya. “Terus masukin mas, enak banget deh”, erangku keenakan. Tapi dia menghentikan gerakan kont*lnya, hanya digerakkan pelan2, sehingga hanya kepalanya saja yang menancap. “Mas terusin dong, masukin semuanya mas biar sesek mem*k Ines, ayo dong mas”, protesku. Tapi dia tetep melakukan hal yang sama sambil menciumi ketekku. “Geli, mas, ayo dong dimasukin semua kont*lnya mas”, rengekku terus.

Tiba2 dia menghentakkan kont*lnya dengan keras sehingga kont*lnya meluncur kedalam mem*kku, amblas semuanya. “Akh, mas” erangku kaget. Dia diam sesaat, membiarkan kont*lnya yang besar dan panjang itu menancap semuanya di mem*kku. Kemudian mulailah enjotan nikmatnya, mula2 perlahan, makin lama makin cepat kont*lnya keluar masuk mem*kku. “Enak Nes”, tanyanya sambil terus mengenjot mem*kku. ” Enak banget mas, kont*l mas kan besar, panjang dan keras banget. mem*k Ines sesek rasanya keisi kont*l mas. Gesekannya terasa banget di mem*k Ines. Mau deh Ines tinggal sama mas, asal Ines dient*t tiap malem”, jawabku. “Bener nih”, katanya dengan penuh semangat mengenjotkan kont*lnya keluar masuk. Kemudian dia merubah posisinya tanpa mencabut kont*lnya dari mem*kku. Kaki diangkat satu keatas dan dia merebahkan dirinya miring. Enjotan kont*lnya terus dilakukan, dengan posisi itu rasanya kont*lnya masuk lebih dalem lagi dan gesekannya lebih hebat lagi ke mem*kku. Gaya seperti ini pernah aku lihat di film BF. Dia terus mengenjotkan kont*lnya, sementara kedua toketku diremas2nya bergantian. Pentilku juga diplintir2 perlahan. Nikmat banget rasanya dient*t seperti itu, “enak mas, erangku. Enjotannya makin lama makin cepet dan keras. “terus mas, enak banget”, erangku untuk kesekian kalinya. “Mas nikmat gak?” tanyaku. “Enak banget Nes, empotan mem*kmu kerasa sekali, kont*lku serasa diremes dan diisep, lebih nikmat dari emutan mulutmu”, jawabnya sambil terus mengenjotkan kont*lnya keluar masuk. “Terus mas, lebih keras mas, Ines hampir nyampe”, erangku lagi. Dia terus mengenjotkan kont*lnya keluar masuk, makin cepat. Aku merintih2 keenakan, akhirnya aku tidak bisa menahan lebih lama, “Mas, Ines nyampe, akh”, terasa mem*kku berkedut2 meremas kont*lnya yang masih keras sekali itu. Tubuhku mengejang. Dia menghentikan enjotannya dan menurunkan kakiku. Aku terbaring mengangkang dengan kont*lnya yang masih menancap di mem*kku, dia kembali ke posisi semula: menelungkup diatasku. “Mas, lemes banget deh”, lenguhku. “Tapi enak kan”, jawabnya. “Enak banget mas, terusin aja mas, kan mas belum ngecret”, jawabku terengah2. “Mas, hebat banget deh ngent*tnya, belum pernah Ines dient*t dengan gaya seperti tadi, enak banget mas”, kataku lagi.

Dia kembali mendekapku dan kont*lnya mulai dienjotkan lagi keluar masuk mem*kku, perlahan. Aku mulai mengedut2kan otot mem*kku meremas kont*lnya yang sedang bergerak keluar masuk mem*kku. Dia melumat bibirku, satu tangannya meremas2 toketku sedang tangan satunya lagi menyangga badannya. Pentilku juga diplintir2nya, napsuku mulai bangkit lagi. “Enak mas, terus yang kenceng ngenjotnya mas”, erangku. Sambil terus melumat bibirku, enjotan kont*lnya dipercepat. Dia menyelipkan kedua tangannya kepunggungku. Aku pun memeluk dan mngusap2 punggungnya yang basah karena keringat. kont*lnya makin cepat dienjotkan. Setiap kali masuk kont*lnya dienjotkan dengan keras sehingga nancep dalem sekali di mem*kku, makin lama makin cepet. “Nes, mem*kmu enak banget, empotan mem*kmu kenceng banget Nes”, erangnya. “Mas, terus mas, hebat banget deh mas ini, Ines sudah mau nyampe lagi, yang cepet mas”, akhirnya kembali aku mengejang sambil melenguh “Mas, Ines nyampe, mas…” Dia terus saja mengenjotkan kont*lnya keluar masuk dengan cepat sampe akhirnya diapun mengejang sambil menancapkan kont*lnya sedalam2nya di mem*kku, “Nes, aku ngecret”, bersamaan dengan itu terasa pejunya nyemprot dengan dahsyatnya dalam mem*kku. Nikmat banget rasanya walaupun sekarang lebih lemes katimbang tadi siang. Beberapa saat kami terdiam, saling berpelukan menikmati permainan yang baru usai. Dia menciumi leherku, dan aku mengusap2 punggungnya. Nikmat banget ngent*t dengan dia. “Mas, nikmat ya mas, Ines mau deh tinggal disini bareng mas, asal tiap malem dient*t ya mas”, kataku pelan. “Tapi kamu gak boleh ngent*t dengan lelaki lain ya Nes, karena kamu sudah aku punya. Kalo kamu mau jadi istriku saja sekalian”, jawabnya. Aku tidak menjawab, kemudian dia mencabut kont*lnya yang sudah mengecil dari mem*kku, kont*lnya berlumuran peju dan cairan mem*kku. “Aku ngantuk Nes, tidur yuk”, katanya sambil berbaring disebelahku, tak lama kemudian terdengar dengkurnya. Akupun terlelap lagi. Lemes, cape tapi nikmat banget, aku udah nyampe 3 kali dalam 2 permainan. Padahal aku pengennya dient*t 4 kali, gak tau deh kesampaian atau tidak.

Semaleman kita berdua tertidur, aku terbangun ketika hari sudah mulai remang2 terang. Karena harus kerja lagi, aku segera ke kamar mandi. Mandi dan membersihkan diri. Keluar dari kamar mandi aku masih bertelanjang bulat sambil mengeringkan badanku dengan handuk. Aku masuk ke kamar, lampu kamar sudah menyala tapi dia tidak kelihatan. Tiba2 dari belakang dia memelukku, rupanya ketika tau aku masuk dia bersembunyi dibelakang pintu. “Ngapain mandi Nes, kan masih mau satu ronde lagi”, dia mencium leherku sambil meremas2 kedua toketku dengan napsu. kont*lnya yang sudah mengeras digeser2kannya ke pantatku. Aku menggelinjang kegelian, dia terus saja menciumi leherku. Kemudian ciumannya bergeser kebawah, kepunggungku sampai akhirnya ke bongkahan pantatku. Aku hanya mendesah2 ketika dia menyapu bongkahan pantatku dengan lidahnya. Pahaku direnggangkannya dan terasa lidahnya menyapu mem*kku dari belakang. “Mas, nikmat banget”, kataku sambil menunggingkan pantatku kebelakang. “Jilat terus mas, jilatin semuanya”, kataku terengah. Dia membuka belahan pantatku dan menyapu lobang pantatku sampe ke memkku. Dia menjilati mem*kku yang sudah basah kuyup saking napsunya. Nikmat banget digeluti pagi2 buta seperti ini. Aku sempat menjerit kecil ketika dia mencolok mem*kku dengan lidahnya. Gak cuma kont*lnya yang nikmat, lidahnya juga bisa bikin aku keenakan. Kemudian dia berdiri lagi, ciumannya kembali bergeser keatas, kepunggungku. Kedua tangannya meremas2 toketku dari belakang, beberapa kali aku tersentak nikmat ketika ke2 pentilku diplintir2 dengan jarinya. Tanganku menjalar kebelakang, meremas kont*lnya yang sudah keras sekali dan mengurutnya dari atas kebawah. Aku dibalikkannya sehingga berhadapan dengan dia, toketku mulai dijilatinya dan pentilnya diisap2nya bergantian. Napsuku makin memuncak ketika dia menyodok2 mem*kku dengan telunjuknya. Aku berdiri mengangkang, “enak mas”, erangku. Permainan dihentikannya, dia duduk diranjang dengan kaki agak mengangkang, aku segera berlutut diantara kedua kakinya. kont*lnya berdiri tegak dan keras sekali sehingga tampak urat2nya menonjol. Segera aku mencekal kont*lnya dan dengan ganas aku ciumin kont*l itu. Terdengar dia sedikit mengerang sembari merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Akupun segera beraksi. Kujilati kont*lnya itu dari pangkal sampai kekepala. Lalu kuisap, kukulum dalam mulut sementara tangan kiriku mengelus-elus biji pelirnya terasa beberapa kali tubuhnya tersentak karena nikmat. Lalu kujilati biji pelirnya. Terdengar, “Aaahhkk”, dia mengerang kenikmatan, mendengar itu aku tambah gairah. Terus ku jilati biji pelirnya. Sementara tangan kananku mengurut-urut kont*lnya… Semakin lama aku semakin lost kontrol. Dengan kedua tanganku ku angkat kedua pahanya sehingga kedua lututnya hampir menyentuh dadanya. Dengan posisi demikian aku leluasa menjilati kont*lnya. Dari ujung kepala sampai ke sekitar biji pelirnya. Lalu aku menjilat semakin kebawah.. Kebawah.. Dan akhirnya ujung lidahku menyentuh pantatnya yang berbulu itu… Segera lidah ku menari-nari dipantatnya.. Terasa sekali tubuhnya beberapa kali bergetar. “Aakkkh.. Oougghh”, erangnya. Mendengar itu aku tambah bernapsu.. Kucolok-colok lobang pantatnya dengan ujung lidahku. Semakin dalam ku julurkan lidahku ke dalam lobang pantatnya. Semakin bergetar tubuhnya, terasa beberapa kali kont*lnya yang ku kocok berdenyut-denyut. Rupanya dia sudah tidak tahan. Lalu ia memegang tanganku dan membimbing ku naik ke atas ranjang… Aku disuruh menungging diatas ranjang… Rupanya dia menginginkan doggy style… Sebelum mencobloskan kont*lnya, dia sekali lagi memperhatikan bentuk mem*k ku dari belakang, aku pun menanti penuh harap. Dan akhirnya terasa kont*lnya menempel dibibir mem*kku dan masuk perlahan-lahan ke dalam mem*k ku, terasa seret tapi nikmat. “Oohh.. Nggk… Ahhh”, desisku ketika seluruh kont*lnya amblas.. Lalu ia mulai melakukan gerakan erotisnya. Nikmat sekali. Dan aku cepat sekali nyampe dalam posisi demikian, sepertinya dijilati dan menjilati merangsang napsuku sedemikian rupa sehingga baru dienjot sebentar saja aku sudah nyampe. Rupanya dia belum mau nyampe. Lalu ia menyuruh aku berbaring miring. Sementara dia berada dibelakang punggungku. Aku segera menekuk kedua lututku. Dan membiarkan dia mencobloskan kont*lnya ke dalam mem*kku. Nikmat sekali, dia mahir dengan macem2 gaya yang nikmat rupanya. Dalam posisi demikian tangan kanannya leluasa meremas-remas toket ku dari belakang. Hentakan kont*lnya makin lama makin keras dan cepat. Aku tahu kalau dia hampir ngecret. “Nes, aku mau ngecret dimulutmu lagi”, katanya. “Kenapa mas, kan lebih enak ngecret dimem*kku”, jawabku. Dia menghentikan gerakannya. Lalu aku mencabut kont*lnya dari mem*kku… Dan dengan gesit akupun berlutut disampingnya. Dia tersenyum. Aku segera menjilati kont*lnya yang berlendir itu. Lalu kuisap-isap kont*l yang keras dan berurat itu. “Ooh.. Nggkk.. Aakk”, erangnya keenakan. Aku semakin mempercepat gerakan kepala ku naik turun, beberapa kali dia mengerang sembari mengeliat, tapi belum ngecret juga.. Lalu aku membasahi telunjuk tangan kiriku dengan ludahku, setelah itu kucucukan telunjuk jari ku itu ke dalam pantatnya… Tampak tubuhnya sedikit tersentak ketika aku menekan jariku lebih dalam lagi kelobang pantatnya. Rupanya dia merasakan nikmat luar biasa dengan isapanku pada kont*lnya dan sodokan jari ku di pantatnya. Hingga, “Aaahh… Aaakkhh”, dia mengerang hebat bersamaan dengan menyemburnya pejunya dalam mulutku. Crott.. Croot, banyak sekali sehingga kembali melelh keluar dari mulutku. Pejunya ku telan. Lalu aku mengeluarkan kont*lnya dari dalam mulutku… Tampak sedikit sisa-sisa pejunya masih keluar. Dan aku segera menyapunya dengan lidahku.

“Hebat… Hebat sekali kamu Nes.” pujinya, aku hanya tersenyum saja. “Terima kasih buat proposalnya ya mas, aku tunggu proposal berikutnya. Kalo mas perlu Ines, call saja, dengan segala senang hati Ines bersedia melayani mas kapan saja mas mau”, jawabku. Segera aku membersihkan diri lagi, demikian juga dia. Kemudian aku diantarnya pulang karena aku harus segera masuk kantor, demikian pula dia.

No comments: